LENSAINDONESIA.COM: Persebaya, klub sepakbola kebanggaan Arek
Suroboyo terbelah menjadi dua, Persebaya 1927 dan Persebaya Surabaya.
Satu dari dua klub tersebut mengklaim sebagai klub berjuluk “Bajul Ijo”
yang ‘asli’.
Perpecahan tersebut pun sampai membingungkan para Bonek, suporter
Persebaya yang dikenal paling fanatik seantero nusantara. Karena ada dua
Persebaya, belakangan muncul anggapan bahwa ada “Persebaya palsu” dan
“Persebaya asli”. Sementara ini para Bonek beranggapan, bahwa Persebaya
yang asli adalah Persebaya 1927 pimpinan Saleh Ismail Mukadar.
Tanpa menelusuri sejarah dan rentetan peristiwanya, alasan bonek
menilai Persebaya 1927 sebagai yang asli cukup sederhana, yaitu
Persebaya yang asli didirikan tahun 1927, bukan tahun 2010 seperti
Persebaya Surabaya yang dipimpin Diar Kusuma Putra. Benarkah Persebaya
1927 tersebut adalah Persebaya asli?
Anggapan Bonek tidak sepenuhnya salah, karena memang, Persebaya
didirikan pada 18 Juni 1927 oleh Paijo dan M. Pamoedji dengan nama
Soerabhaiasche Indonesische Voetbal Bond (SIVB). Lantas tahun 1943 SIVB
berganti nama menjadi Persibaja (Persatuan Sepak Bola Indonesia
Soerabaja). Nama ini lebih gampang diingat karena tidak lagi memakai
bahasa Belanda.
Kemudian klub ini kembali bermetamorfosis di era perserikatan tahun
1960, nama Persibaja diubah lagi menjadi Persebaya (Persatuan Sepak Bola
Surabaya). Pada masa ke masa itu, Persebaya menjadi anggota klub
Persebaya, bukan perseorangan.
Namun legalitas Persebaya tersebut berubah menjadi saat muncul “klub
baru” namanya tetap Persebaya, namun pengelolaannya dibawah PT Persebaya
Indonesia yang badan hukumnya dibentuk tahun 2009. Praktis, ketika itu
Persebaya yang “asli” dihilangkan dan berganti menjadi Persebaya milik
perseorangan tanpa dibeli atau hibah dari pihak-pihak yang memiliki.
Lha, Persebaya milik perseorangan inilah yang sekarang berubah nama
menjadi Persebaya 1927 itu.
Ketika itu, tidak ada satupun pihak yang mempertanyakan bagaimana
klub ini bisa berpindah tangan begitu saja. Bahkan, Bonek yang menjadi
pendukung Persebaya yang asli bentukan Paijo dan Pamoedji itu juga tidak
pernah menyadari hal ini.
Lantaran sudah berubah menjadi milik perseorangan dengan badan hukum
PT Persebaya Indonesia, maka pembagian saham Persebaya pun ditetapkan.
Komposisi pembagian sahamnya, 80 persen perorangan yang terdiri dari
Saleh Ismail Mukadar sebesar 55% dan Cholid Goromah 25%, sedangkan
sisanya yang 20% milik Koperasi Mitra Surya Abadi, dimana sahamnya
dipercayakan kepada Suprastowo.
Lantas pertanyaanya, bagaimana prosesnya sehingga Persebaya bisa
berubah menjadi milik perseorangan? Ceritanya panjang, namun sangat
perlu dicermati sehingga tidak ada klaim mana asli mana palsu disaat ada
dua klub Persebaya seperti sekarang ini.
Proses “siluman” tersebut berawal ketika Persebaya dipimpin Bambang
Dwi Hartono dengan Manajer Saleh Ismail Mukadar. Saat itu Persebaya
mundur dari babak 8 besar kompetisi tahun 2005. Keputusan tersebut
mengakibatkan Persebaya mendapat sanksi dari PSSI berupa sanksi
Degradasi ke Divisi Satu. Awalnya diskorsing dua tahun, namun dikurangi
menjadi 16 bulan, dan kemudian dikurangi lagi menjadi degradasi ke
Divisi Satu).
Bambang DH selaku Ketua Umum Persebaya diskorsing 10 tahun. Sedangkan
Manajer Persebaya saat itu, Saleh Ismail Mukadar, diskorsing 2 tahun.
Kedua orang inipun lantas meninggalkan Persebaya dalam keaadaan terpuruk
berada di kompetisi amatir, Divisi Satu.
Karena terjadi kekosongan pengurus, Arif Afandi yang akhirnya
bersedia menjadi Ketua Umum Persebaya untuk menjalani kompetisi Divisi
Satu. Dan pada 2006, Persebaya berhasil menjadi Juara Divisi Satu, dan
Promosi ke Divisi Utama.
Namun pada kompetisi Divisi Utama tahun 2007, Persebaya berada di
posisi ke-14, Wilayah Timur, sehingga tidak lolos ke Super Liga, dan
harus kembali kelas di Divisi Utama.
Namun rupanya ada pihak yang tidak puas, dan meminta Arif Afandi
mundur. Saat Arif mundur, tiba-tiba muncul Saleh Ismail Mukadar sebagai
pengganti. Padahal Saleh adalah bekas Manajer Persebaya yang pernah
diskors dua tahun dan membawa Persebaya terpuruk ke Divisi Satu.
Pada kompetisi Divisi Utama 2008, Persebaya dibawah Saleh Ismail
Mukadar, berada di peringkat ke-4. Mengalahkan PSMS Medan dalam babak
Playoff lewat drama adu penalti. Kemudian, secara otomatis Persebaya
lolos ke Indonesia Super League (ISL).
Untuk mengikuti ISL, dalam statuta PSSI, klub peserta disyaratkan
berbadan hukum dan tidak menerima APBD. Dari sinilah, Persebaya yang
asli itu “dihilangkan”. Saat itu Saleh Ismail Mukadar, mendirikan badan
hukum yang bernama PT Persebaya Indonesia. Dengan “klub baru” tersebut
Persebaya di bawah PT Persebaya Indonesia diterima di Badan Liga
Indonesia sebagai klub profesional peserta kompetisi Indonesia Super
League.
Saat itu pula, Saleh Ismail Mukadar menerima dana Rp 11 miliar lebih
dari APBD Kota Surabaya untuk menjalankan klub ini. Maklum saat itu
Saleh dikenal sebagai orang dekat Walikota Bambang Dwi Hartono.
Sehingga, meskipun Persebaya telah berbadan hukum Perseroan Terbatas
(PT) tetap saja mendapat dana hibah dari APBD Pemkot Surabaya.
Namun, meski telah digelontor uang APBD belasan miliar, tetap saja
Persebaya tidak berprestasi. Pada kompetisi 2009, Persebaya kembali
terdegradasi ke Divisi Utama. Saleh Ismail Mukadar saat itu berdalih,
bahwa hasil yang diterima Persebaya adalah akibat ketidakbecusan dan
kesewang-wenangan pengurus PSSI Pusat.
Karena itu, Saleh Ismail Mukadar saat itu menyatakan tidak akan
mengikuti kompetisi PSSI tahun berikutnya, yakni kompetisi 2010/2011.
Penolakan untuk mengikuti kompetisi PSSI tentu dapat dianggap sebagai
pelanggaran Statuta PSSI. Mengingat dalam Statuta jelas disebutkan
bahwa kewajiban anggota PSSI (dalam hal ini klub) adalah mengikuti
kompetisi yang digelar PSSI.
Akibat penolakan Saleh Ismail Mukadar untuk mengikuti kompetisi PSSI
tahun 2010, maka status Persebaya yang terdaftar melalui PT. Persebaya
Indonesia pada 2009, sebagai klub anggota PSSI Pusat terancam
dikeluarkan dari keanggotaan. Seperti terjadi pada Persema dan Persibo
yang memilih tidak mengikuti kompetisi PSSI dan memilih mengikuti
kompetisi di luar PSSI atau breakaway league, yang saat itu bernama Liga
Primer Indonesia (LPI).
Menyusul penolakan tersebut, Saleh Ismail Mukadar yang juga Ketua
Pengurus Cabang PSSI Kota Surabaya mendapat sanksi dari Komisi Disiplin
Pengurus Provinsi PSSI Jawa Timur berupa pembekuan Pengurus Cabang
(Pengcab) PSSI Kota Surabaya.
Caretaker Pengcab PSSI Kota Surabaya akhirnya memilih Wishnu Wardhana
sebagai Ketua Pengcab PSSI Kota Surabaya Muscablub pada 7 Juni 2010.
Setelah Wishnu Wardhana terpilih sebagai Ketua Pengcab PSSI Kota
Surabaya, sejumlah pengurus klub anggota Persebaya meminta Wishnu
Wardhana selaku Ketua Pengcab PSSI Kota Surabaya agar menyelamatkan
Persebaya dari ancaman pencoretan dari keanggotaan PSSI Pusat dengan
jalan membentuk kepengurusan Persebaya yang baru, sekaligus membentuk
tim Persebaya dengan tujuan untuk menyiapkan dan mengikuti kompetisi di
level Divisi Utama yang diselenggarakan PSSI.
Akhirnya, upaya sejumlah pengurus Persebaya itu membuahkan hasil.
PSSI mengakui kepengurusan baru Persebaya di bawah kepemimpinan Wishnu
Wardhana. Sehingga pada kompetisi 2010, Persebaya tercatat sebagai
peserta wilayah III Kompetisi Divisi Utama.
Atas hal itu, Persebaya terselamatkan dari sanksi pemecatan dari
keanggotaan PSSI, seperti diberikan kepada Klub Persema Malang dan
Persibo Bojonegoro, yang nyata-nyata menolak mengikuti kompetisi PSSI
dan memilih mengikuti kompetisi di luar PSSI, yaitu kompetisi LPI.
Saleh Ismail Mukadar, bukannya berterima kasih kepada Wishnu Wardhana
yang telah menyelamatkan Persebaya dari pencoretan keanggotaan PSSI,
tetapi malah mendirikan klub baru yang diberi nama Persebaya 1927 untuk
ikut berkompetisi di breakaway league LPI (Liga Primer Indonesia).
Mengapa disebut klub baru, sebab pada Februari 2011, sesaat setelah
didaftar di LPI, Persebaya pimpinan Saleh Ismail Mukadar ini tidak bisa
mendapat ijin kegiatan dari negara, dalam hal ini kepolisian, dengan
alasan tidak boleh ada dua klub dengan nama yang sama. Persebaya dan
Persebaya. Satunya Persebaya anggota PSSI yang diketuai Wishnu Wardhana,
dan satunya Persebaya yang keluar dari PSSI yang diketuai Saleh Ismail
Mukadar.
Alhasil, Saleh Ismail Mukadar mendirikan klub baru yang bernama
Persebaya 1927, dengan logo yang berbeda dengan Persebaya Surabaya yang
sebelumnya.
Sejak saat itulah, lahir sebuah klub baru bernama Persebaya 1927,
yang diakui oleh Saleh Ismail Mukadar saat itu sebagai tim sepakbola
modern di luar PSSI dan mengikuti kompetisi yang lebih baik, yakni di
Liga Primer Indonesia (LPI).
Saleh Ismail Mukadar bersama Cholid Goromah mengusung semua pemain
dan official tim Persebaya ke dalam Persebaya 1927 untuk mengikuti
kompetisi Liga Primer Indonesia (LPI).
Sebaliknya Wishnu Wardhana yang sudah menjalankan Persebaya Surabaya
sebagai peserta Divisi Utama menghadapi kenyataan pahit yakni tidak
memiliki pemain dan official tim. Atas bantuan pegiat sepakbola Vigit
Waluyo, Wishnu Wardhana mendapatkan skuad pemain dari mantan skuad
Persatuan Sepakbola Kutai Barat (Persikubar).
Kompetisi pun berjalan. Tim yang dipersiapkan mendadak dan
asal-asalan tentu tidak akan menghasilkan sesuatu yang memuaskan.
Hasilnya, Persebaya tidak mampu promosi ke ISL, dan harus mengulang di
kasta Divisi Utama.
Publik pun kecewa dengan Wishnu Wardhana. Suporter setia Persebaya
mulai meninggalkan Persebaya Surabaya. Mereka beralih menyaksikan
pertandingan Persebaya 1927 di kompetisi LPI. Wishnu pun angkat tangan.
Tak kuat melunasi gaji para pemain. Nasib klub Persebaya makin terpuruk
dan hancur.
Namun angin segar kembali menyapa Persebaya. Sebuah perusahaan di
Surabaya melirik Persebaya, dan siap mendanai dan merangkul Wishnu
Wardhana. Gaji pemain pun dilunasi dan siap untuk menyongsong kompetisi
berikutnya. PT Mitra Muda Inti Berlian (MMIB) yang dipimpin Diar Kusuma
Putra, inilah yang menyelamatkan keuangan Persebaya kala itu.
Semua tunggakan gaji klub terhadap para pemain mantan skuad
Persikubar itu dilunasi, dan kontrak diputus. Era baru Persebaya dimulai
lagi. Wishnu kembali sibuk menyiapkan pemain. Kali ini tidak instan
seperti sebelumnya. Satu per satu pemain mengikuti seleksi.
Sementara itu, di belahan yang lain, Persebaya 1927 untuk sementara
berhenti merumput. Karena kompetisi LPI ternyata berhenti di tengah
jalan karena hanya bergulir setengah musim. Maklum kompetisi tersebut
hanya digunakan sebagai alat perjuangan menurunkan Nurdin Halid, sebagai
Ketua Umum PSSI.@ridwan_LICOM/bbs/bersabung